Pengertian
:
Kata
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
memiliki arti busuk, rusak, menyogok, menggoyahkan, memutarbalik. Secara
Harfiah, Korupsi berarti kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang
memfitnah.
Pengertian Korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagain pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai
koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri.
Pengertian Korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagain pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai
koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri.
Andi
Hamzah, (2005) menjelaskan bahwa Korupsi berawal dari bahasa latin corruptio
atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang
lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti
Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu
corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa
Indonesia yaitu korupsi.
Definisi Korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi Korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Korupsi adalah:
1. Penyelewengan atau penggelapan (uang negara
atau perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2. menyelewengkan; menggelapkan (uang dsb).
Menurut pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk. Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara dan perkenomian Negara.
Menurut pasal 435 KUHP, korupsi berarti busuk, buruk, bejat dan dapat disogok, suka disuap, pokoknya merupakan perbuatan yang buruk. Perbuatan Korupsi dalam dalam istilah kriminologi digolongkan kedalam kejahatan White Collar Crime. Dalam praktek Undang-undang yang bersangkutan, Korupsi adalah tindak pidana yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang yang secara langsung ataupun tidak langsung merugikan keuangan Negara dan perkenomian Negara.
Faktor Penyebab
Terjadinya Korupsi :
Terjadinya
Korupsi di Indonesia Dapat di Sebabkan oleh faktor Berikut Ini :
1. Lemahnya pendidikan agama dan etika.
2. Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidak
menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
3. Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya
sekarang kasus-kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh koruptor yang memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang sehingga alas an
ini dapat dikatakan kurang tepat.
4. Kemiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak di
Indonesia, para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan,
sebab mereka bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan para
konglomerat.
5. Tidak adanya sanksi yang keras dan tegas
atas pelaku tindak pidana korupsi.
6. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku
anti korupsi.
7. Kurangnya pengetahuan. Namun pada kenyataannya
sekarang kasus-kasus tindak pidana korupsi di Indonesia justru dilakukan oleh
para koruptor yang memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas sehingga alas an
tentang kurangnya pengetahuan ini dapat dipatahkan alias masih kurang tepat.
8. Struktur dan sistem pemerintah.
9. Perubahan radikal. Pada saat system nilai
mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit
transisional.
10.
Keadaan
masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan masyarakat
secara keseluruhan.
Dampak Negatif
Korupsi :
Korupsi mencakup
penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga
penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti
penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
1. Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua
pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa
negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan
untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara
yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan
negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Duabelas negara yang
paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh
rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut:
Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia
Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Swiss, Israel
Menurut
survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia,
Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda,
Ukraina.
Namun
demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan
berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari
penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak
ada)
2. Sumbangan
kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit
untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan
ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah
karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka.
Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah
menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi
politis.
3. Tuduhan
korupsi sebagai alat politik
Sering terjadi dimana politisi
mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik
Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu
Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.
4. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi - dalam artian
statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak
sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi
Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok
ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari
pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini);
Barometer
Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan
pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa
rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional
juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada
korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi.
Upaya
Pemberantasan Korupsi di Indonesia :
1. Pemberantasan Korupsi di
Indonesia
Pemberantasan korupsi di
Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu Orde Lama, Orde Baru, dan Era
Reformasi
a. Orde Lama
Dasar hukum: KUHP (awal)
UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu
korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti Indonesi Raya yang dipandu
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi Ruslan Abdulgani
menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa
kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM
Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar negeri, gagal
ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku memberikan satu
setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos cetak
kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri penerangan cabinet
Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan Makmur, dan direktur
percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan
Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena dianggap sebagai musuh
Soekarno.
Nasionalisasi
perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun 1958 dipandang
sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya Jenderal A.H. Nasution
mencegah kekacauan dengan menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi
di bawah penguasa darurat militer justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat
memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima
Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi gula, diperiksa
oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono, dan Sutoyo dari Markas Besar
Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima Diponegoro diganti oleh
Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto saat itu dihentikan oleh
Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I.
Panjaitan menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
b. Orde Baru
Korupsi orde baru dari
penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
c. Era Reformasi
Dasar hukum: UU 31 tahun
1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan korupsi di
Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
ª
Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
ª
Komisi Pemberantasan Korupsi
ª
Kepolisian
ª
Kejaksaan
ª
BPKP
ª
Lembaga non-pemerintah: media massa,
organisasi massa (mis: ICW)
2.
Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan
adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah
terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point
terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai
Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini
dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan.
Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
¨
Mengerahkan seluruh stakeholder dalama
merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator terhadap makna KKN
¨
Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang
akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai paying hukum menyangkut Stick,
Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi efek jera, pemberhentian jabatan yang
diduga secara nyata melakukan tindak korupsi, dsb.
¨
Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan
yang telah dibuat dengan melaksnakan penegakkan hukum tanpa pandang bulu
terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan
tegas.
¨
Melaksanakan evaluasi, pengendalian, dan
pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan
kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.
Sehingga
tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu pemerintahan yang bersih dan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah
dengan komitmen dan integritas terutama dimulai dari kepemimpinan dalam
pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi
dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kkelemahan dan
kekurangan yang perlu diperbaiki.
3.
Strategi Pemberantasan Korupsi melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan
merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu
gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral
pendidkan nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi
adalah pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab
moral dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain UU No. 20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan juga aturan
pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha
preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS. Hal ini
berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU NO. 20
tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit ditujukan
kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan
yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proactive menciptakan
suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan
discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan masyarakat yang
prularis dan multicultural.
4.
Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini
didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun 2002 mengenai komisi
pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang wakil ketuanya, yakni
Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin, Hayono Umar, setelah
perpu Plt. KPK ditolak DPR.
1.
Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
A.
16 Januari mantan
kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan
korupsi pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes
RI di Malaysia. Dugaan kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2
tahun penjara.
B.
14 februari
direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak ditahan karena mereka
menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar 100 M. mereka
masing-masing dihukum 4 tahun penjara
C.
10 april gubernur BI BUrhanuddin
Abdullah ditahan karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia
divonis 5 tahun penjara
D.
27 november Aulia Pohan, Maman
Sumantri, Bun Bunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat
dalam pengucuran daana YPPI sebesar 100 M.
E.
dll.
2.
Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
A. UU No. 3 tahun 1971
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
B. UU
No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN
C. UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidaan korupsi
D. Peraturan Pemerintah tentang tata cara pelaksanaa peran serta masyarakat
dan pemberian penghargaan dalam pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi
E. UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
F. UU No. 30 tahun 2002
tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
G. UU
No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang
H. Peraturan
pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang system manajemen sumber daya manusia KPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar